Sabtu
sore aku pulang setelah menemani kakak sepupuku berbelanja.Waktu menunjukkan
pukul 16.00 ketika aku memulai kegiatan mengepel lantai dapur.Aku berada di
rumah sendirian,mengepel lantai dapur yang terbuat dari semen itu dengan ampas
kelapa sesuai anjuran nenekku.Dapur rumahku yang luas digunakan memasak untuk
berjualan di warung makan ibu.
Hari ini ibuku sedang pergi ke
rumah tetanggaku yang mengadakan hajatan.Masakan yang belum matang ditinggal
sementara ibu membantu tetanggaku.Di tengah kegiatan mengepel lantai terlihat
kepulan asap dari panci,membuatku yang masih kelas 3 SD ini cemas kalau masakan
itu gosong.Lantai yang dipel dengan ampas kelapa itu belum kubersihkan.Tanpa
pikir panjang aku memindahkan panci itu ke kompor gas yang posisinya lebih
tinggi.Aku terpelanting jatuh karena lantai yang licin dan basah itu sebelum
sempat meletakkan panci di atas kompor
gas.Masakan dalam panci itu mengguyur seluruh tubuhku.Tak terbayang betapa
sakit dan panas yang kurasakan.
Dalam keadaan setengah sadar dan
tubuhku yang remuk redam ini aku berlari keluar rumah,berteriak meminta tolong
kepada para tetanggaku.Mereka langsung menolongku,mencoba berbagai upaya untuk
meredakan luka bakar di tubuhku.Ada yang mengguyurku dengan air ,melumuri tubuhku
dengan telur,dan upaya yang mereka lakukan lainnya dalam keadaan panik.Ibu yang
diberi tahu oleh tetanggaku begitu kaget,tak menyangka hal ini menimpaku.Para
tetangga,ibu dan nenek mengantarku ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif.Sepanjang
perjalanan menuju rumah sakit aku harus meminum air putih hingga 4 liter karena
dehidrasi yang kualami.Orang-orang yang menemaniku terus saja menangis dan
berdoa agar aku dapat diselamatkan.Namun,aku merasa sepertinya sudah tak ada
harapan hidup untukku lagi.
“Ibu.....Nenek.....Apakah aku
akan mati?”
“Kamu tidak boleh bicara seperti
itu,Nduk.Kematian hanya Allah yang menentukan.”
“Tapi,tubuhku sekarang mati rasa
karena terlalu sakit.Mungkin lebih baik aku mati saja ,ya,Nek?Daripada nanti semakin menyusahkan.”
“Istighfar,Nduk.Berdoalah pada
Gusti Allah supaya kamu selamat.Kami semua ingin kamu tetap bisa
bertahan.Jangan pernah putus asa berdoa kepada Nya.”
“Iya,Nek.Semoga aku tetap bisa
hidup,ya Allah.Aku ingin hidup,aku ingin selamat dari keadaan ini karena keluargaku
pasti akan sedih kehilangan diriku.Aku tahu ya Allah.Kematian memang milik Mu,tetapi
tolong jangan sekarang.”
Nenek menasihati,mengarahkan
agar aku tidak putus asa.Sementara ibuku hanya bisa menangis karena merasa bersalah atas kejadian yang
menimpaku.Padahal itu murni kecerobohan seorang bocah ingusan macam diriku ini.Aku
yang tidak tega melihat ibuku menangis hanya bisa menitikkan air mata,menyesali
kesalahan yang kuperbuat.Kesalahan yang hanya beberapa menit terjadi yang mampu menghancurkan hatiku,hati
ibuku,dan juga keluargaku.
Paramedis segera membawaku ke
UGD setibanya di rumah sakit.Anggota tubuhku yang melepuh dibersihkan dengan
cairan infus.Seluruh luka bakar di tubuhku diberi obat dan kemudian dibalut
perban seperti mumi.Sebuah tabung infus besar bertengger di samping tempat
tidur dan jarum infus yang ditusukkan ke urat nadiku.Kondisi luka yang sangat
parah membuatku tak mampu bangun dari tempat tidur.Sedikit bagian mata kanan
dapat melihat,meski warna benda yang kulihat selalu menjadi buram.Dengan setia
ibu selalu menemani,membantu memenuhi kebutuhanku di rumah sakit.Hampir semua
orang yang menjengukku pingsan begitu melihat kondisiku,termasuk
ayahku.Seharusnya ia sudah bekerja di Malaysia sekarang,tetapi itu gagal terlaksana
karena aku.Kalau saja ayah tidak menelepon bu dhe sebelum berangkat ke
Malaysia,ia tak perlu tahu kondisiku yang mengenaskan.Hatiku hancur melihat
orang –orang silih berganti menangis,bahkan pingsan karena melihat kondisiku
ini.Ayahku yang galak seperti itu bisa menangis karena melihatku.Teman-teman
sekolahku juga banyak yang datang menjenguk dan reaksi mereka juga sama.Bahkan
mereka yang biasanya akrab denganku,ketakutan setengah mati begitu
melihatku.Separah apa aku juga belum tahu pasti,tetapi yang bisa kusimpulkan
hanya kondisiku memang sangat
mengenaskan untuk disaksikan.
Pagi hari aku mendengar dokter
yang menanganiku sedang berbicara serius dengan ayah.Tak mudah bagiku memahami
maksud perkataan orang dewasa yang rumit itu.
“Maaf,Pak.Sepertinya jika putri
Anda sadar secara penuh nanti,kemungkinan dia akan buta.Selaput matanya tertutup oleh bagian yang berwarna
putih.Jadi,bola mata Putri Anda hanya akan memiliki warna putih dan agak
buram.”
“Tidak mungkin,Pak.Saya yakin
putri saya akan baik-baik saja.Saya yakin Anda hanya bergurau.”
“Ini serius,Pak.Saya tidak
bergurau,tetapi mungkin akan sulit menerima kenyataan pahit itu.Sekali lagi
maaf,Pak.Saya sudah berusaha semaksimal mungkin.Permisi!”
Apakah aku salah dengar?Aku akan jadi buta?Tidak mungkin.Aku
berharap telingaku memang tuli,sehingga tak perlu tahu kalau mataku akan buta.Saat
ayah menjengukku,dia bilang aku akan baik-baik saja.Aku mengangguk dan mencoba
menenangkan pikiranku.
Keadaanku
sudah mendingan,aku berpikir ini saatnya aku melihat rupaku setelah sekian lama
tergeletak di tempat tidur.Ibu ragu-ragu memberikan cermin padaku saat aku
memaksa untuk melihat wajahku.
PRANGGGGGGGGGGGG..........................................
Cermin itu pecah dan menjadi serpihan kaca setelah
kubanting.Tak bisa kuterima,aku marah, menyesal, meratapi segala hal yang
membuatku jadi seperti ini.Mata yang penuh kemarahan,tekanan batin yang
kuderita membuatku menolak pengobatan rutin yang biasanya begitu saja kuterima
untuk dilakukan pada luka-luka di tubuhku.Aku meronta-ronta,menendangi dokter
maupun perawat yang coba mengobatiku.Aku muak dengan semua ini.........Aku
muak...Aku tidak ingin wajahku rusak,tubuhku penuh luka,dan sakit yang
kuderita.Untuk apa mereka melakukan
pengobatan kalau pada akhirnya aku tetap akan cacat?Mengapa mereka tak bisa
membuat wajahku pulih?Dan mengapa harus aku yang mengalami peristiwa tragis
ini???Mengapa????????????????
Sungguh
tidak adil!!Aku merasa Tuhan bertindak sangat tidak adil kepadaku atas apa yang
telah kualami.Aku merasa seperti alien tersesat ketika memasuki ruang kelas 4
SD ini.Sebulan lalu seharusnya aku sudah bersekolah,tetapi karena kecelakaan
sial itu aku jadi cacat.Tatapan mata kasihan,jijik,risih dan merendahkan
mengiringi langkahku menuju bangku tempat dudukku.Aku duduk di sebelah
Eni,salah satu teman perempuan yang mau berdekatan denganku.Selain Eni hanya
beberapa teman lain yang mau bergaul denganku.
Banyak teman-temanku yang semakin menjauhiku.Aku merasa seperti orang
terbuang yang nyaris bosan hidup karena itu.Bagaimana tidak?Dulu aku adalah
anak yang selalu ceria dan cepat akrab kepada siapa saja.Tak hanya itu,banyak
orang yang mengatakan kalau aku ini manis,cantik,pintar dan aktif.Aku juga
tergolong cewek tomboy karena tingkahku yang banyak didominasi oleh sifat cowok
dalam diriku.Itu terbukti dengan banyaknya teman yang kumiliki,terutama cowok
karena aku sering bergaul dengan mereka.Dahulu,itu semua telah berlalu
sekarang.Aku bukan cewek cantik dengan segudang daya tarik dan berbagai
kelebihanku.Seringkali teman sekolahku mengolok-olokku karena wajahku yang
rusak dan cacat.Aku merasa sangat sedih mendengar hinaan,olok-olokan yang
dilontarkan teman-teman padaku.Bahkan aku pernah menangis karena begitu sakit
hati dihina,dicerca,dimaki oleh teman sekolahku.Kalau mereka bisa merasakan apa
yang kualami?Tak akan mereka menghinaku.Sayangnya, mereka sama sekali tak tahu
dan tak mempedulikan perasaanku.Setelah
kejadian itu,prestasiku menurun drastis.Aku hanya mendapat peringkat 6 dari
yang sebelumnya aku selalu mendapat rangking pertama di kelas.Kondisi fisikku
juga sedikit melemah.Warna kulitku yang semula coklat,kini berwarna merah muda
yang jika tersengat sinar matahari akan berubah warna menjadi semakin merah.Di
sekujur badan dan kedua tanganku terdapat bekas luka bakar yang hanya bisa
dihilangkan dengan operasi.Memang mungkin mudah mengatakannya.Bagiku prakteknya
sulit untuk terwujud karena keadaan ekonomi keluargaku yang pas-pasan.Untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluargaku mengandalkan hasil berjualan di warung
makan ibuku.Biaya berobatku di rumah sakit yang mahal itu setidaknya sudah
dapat dilunasi atas bantuan banyak orang .Berbagai jenis obat-obatan
tradisional maupun modern terus dicoba demi kesembuhanku.Pengobatanku yang
menghabiskan biaya cukup besar
sempat membuat keadaan ekonomi
keluargaku terpuruk.
Setahun
setelah peristiwa tragis itu,aku bukan lagi orang yang rapuh.Aku yang sudah
kelas 5 SD ini mulai bangkit dari keterpurukanku karena rasa percaya diriku telah kembali.Tak ada
waktu untuk meratapi nasib,menyesali takdir ataupun menggubris ocehan orang
lain tentang keadaan fisikku.Aku tak ingin hanya diam termangu menanti maut
menjemputku karena kesedihan berlarut-larut.Aku mulai mengejar ketinggalanku
dalam berbagai bidang dan hasilnya aku mendapat peringkat lumayan saat
kelulusan SD.Aku melanjutkan sekolahku di SMP yang cukup dekat dengan tempat
tinggalku.Di masa SMP aku mulai menjadi siswa yang boleh dikatakan bandel
karena sering berulah.Hampir setiap hari aku berangkat terlambat dan sering
tidak mengerjakan PR.Walaupun begitu,nilai-nilaiku tidak begitu jelek.Mungkin karena faktor
“Bejo” yang kumiliki ini aku agak tertolong dari berbagai ancaman nilai-nilai buruk.Meski
banyak kekurangan dalam diriku,aku tergolong
siswi yang memiliki rasa percaya diri tinggi,humoris,dan ceria.Karena
itulah aku memiliki banyak sahabat yang setia dan menerimaku apa adanya.Hingga
sekarang aku duduk di kelas 1 di salah satu SMA Negeri di Kota Magelang aku tetap mengingat sepenggal
kisahku itu.Sepenggal kisah yang menjadi bagian terpenting dalam sejarah
hidupku.Sepenggal kisah yang pernah
membuatku sangat hancur,malu,marah,kecewa,sedih,hingga mampu membuatku mengerti
bahwa semua hal yang terjadi dalam hidupku merupakan takdir.Dan kisah yang akan selalu menjadi
pengingat bagiku untuk senantiasa menerima ketetapan yang telah digariskan oleh
Allah SWT dalam kehidupanku.
OLEH: ANGGI
RESTIANA DEWI X-1/01
#nggak sengaja nemu file ini,inget bikin miris sendiri rasanya..
Aku masih bersyukur ya Allah :')