Senin, 03 Februari 2014

Hidup itu Seperti Roda

  Hidup itu seperti roda, ya itu kalimat yang seringkali kita dengar dari orang - orang. Hidup seperti roda, kenapa bisa begitu? Ya, seperti roda karena posisi kita yang bisa berubah sewaktu - waktu tanpa kita tau pastinya kapan. Kadang di atas ketika keadaan kita sangat baik, atau bisa saja di bawah dalam keadaan terburuk kita.  Bicara tentang di atas atau berada di bawah kondisi kita yang seperti putaran roda, aku bersyukur terlahir dari keluarga biasa. Ya, biasa. Keluarga sederhana yang jauh dari kata mewah ini mengajarkanku bagaimana bekerja keras, secara teori di umur yang nyaris 22 ini seharusnya aku sudah meraih banyak hal. Tapi nyatanya tidak, banyak teman seusiaku yang sudah jauh berlari kencang, banyak yang mereka raih, bahkan sekedar travelling ke luar negeri yang belum pernah kulakukan pun mereka sudah beberapa kali. Lucu memang, aku sering tak menghiraukan arahan orangtua yang seharusnya kulakukan. Belajar rajin, dapat nilai baik untuk bisa dapat beasiswa tapi tak terjadi sesuai arahan orangtua. Berdoa saja tidak cukup, itu benar. Usaha yang keras diiringi doa seharusnya bisa menjadi modal kesuksesan akhirnya. Idealnya seperti itu, tapi terkadang menyalahkan nasib atau takdir berujung kufur dan kurang bersyukur atas apa yang telah kumiliki. Merasa usaha yang dulu kulakukan seakan sia - sia, buat apa 3 tahun di kelas IPA, imersi pula kalau akhirnya kuliah di tempat ini. Melihat teman - teman di kampus lain terkadang terbersit penyesalan dan kekecewaan terhadap diri sendiri. Penyesalan selalu ada, apalagi sekolah yang kuinginkan tak bisa kudapatkan dan aku berakhir di sini.   



   Bersyukur maka nikmatmu akan ditambah, easy to say hard to do. Kalimat yang sering diucapkan bapakku ini sering menjadi bumerang untuk diri sendiri. Kadang ingat kadang lupa untuk selalu bersyukur dan merasa selalu kurang, membandingkan diri sendiri dan orang lain yang berada jauh di atas. " Jangan terlalu ndangak nduk, nanti kamu kufur. Lihat orang yang kondisinya kurang daripada kamu, biar bisa bersyukur." Ya, kalau bisa bersyukur rasanya lebih tenang karena menerima segala yang sudah dimiliki.  Tentang bersyukur, pernah suatu ketika dosenku berkata " Kamu yang lahir dari keluarga sederhana seharusnya sangat bersyukur daripada yang dari kecil terlahir dari keluarga berada. Kalian diajari bekerja keras, taraf hidup kalian pun tidak dimulai dari taraf tinggi tapi bertahap naik dan ada pencapaian yang kalian dapat dari proses pendewasaan diri kalian. Seiring berjalanannya waktu kalian akan bersyukur, masa kecil hingga dewasa lebih penuh warna, tidak hanya cerita bahagia, tapi cerita susahnya hidup masa lalu kalian justru akan menjadi kenangan yang sangat berarti karena itu yang mendewasakan kalian dan membuat lebih bersyukur atas apa yang telah kalian capai." Dan memang ada benarnya juga nasehat dosenku ini, ternyata kalau diurut ke belakang selalu ada cerita hidup yang patut disyukuri, musibah yang sering silih berganti datang dan apa yang telah kamu capai sekarang. Jangan silau dengan harta, kamu kan ga tau keluarga yang kamu pikir wah di dalamnya bagaimana. 
  Syukuri apa yang kamu punya, keluargamu utuh hanya terkadang berkekurangan harta, Ada keluarga yang berada tapi tak bahagia, entah broken home atau apa. Toh semua keluarga ada plus minusnya dibanding keluarga lain, yang penting berusahalah jadi bagian keluarga yang penting dan memberi manfaat bagi banyak orang. Ibarat manusia dimulai dari keadaan bayi, belajar merangkak, berjalan kemudian lari, begitu juga kondisiku belajar bersyukur dan pelan - pelan bisa meraih keinginan dengan usaha dan doa atas ijin yang maha kuasa. :))

Tidak ada komentar: