Aku punya seorang
sahabat yang sekarang sudah sekian lama meninggalkan dunia. Namanya Fita
Fidayani, teman sekelas selama enam tahun masa SD yang pernah menjadi saksi
suka duka hidupku pada masa itu. Mungkin kalau dia masih ada, kami saling ejek
kapan dan siapa yang bakal duluan nikah. Mungkin kalau waktu itu era teknologi
sudah maju, kami punya foto selfie berdua, tapi sayangnya tidak. Yang aku punya
hanya kenangan, karena masa SD adalah yang paling ingin kukubur dari ingatan.
Masa yang paling membuatku bangga dan hancur di saat yang sama. Kehadiran Fita
dalam masa sulitku adalah satu hal yang sangat kusyukuri, mengalami musibah
yang membuat luka fisik dan batin menyiksaku setidaknya terasa lebih mending
ketika punya sahabat.
Sebelum parasku
rusak dia sudah menjadi teman yang baik, dan tidak berubah ketika wajah
cantikku rusak dan diolok – olok oleh yang lain seperti gerandong. Sebelum aku
kena musibah dan setelahnya pun sikapnya terhadapku tak berubah, dia tetap
menyenangkan dan memperlakukanku sebagai teman baik. Fita yang dulu rambutnya
sering dikuncir kuda, selalu membantuku menguncir rambut, rajin mengajakku
puasa Senin Kamis karena aku sering lupa, dan selalu tertawa keras dengan
suaranya yang khas. Walaupun bercandanya sering garing dan tak lucu, dan aku
yang kelewat jahat sewaktu berpendapat, toh namanya berteman kami tetap bisa akur.
I miss her so damn much, and will always do since she’s already gone for long
time ago.
Hal yang paling menyayat hati ketika mengingatnya adalah
ketika aku dalam keadaan terpurukku setelah luka bakar yang kualami. Satu
persatu teman baikku yang kebanyakan laki – laki menjauh, menjaga jarak, bahkan
sempat membullyku dengan tega, buku – buku dan tasku disebar di lantai dan
diinjak – injak, mereka mendorongku ke tembok dan mengabaikan pembelaan diriku,
parahnya lagi itu karena aku difitnah teman sekelas yang kukira teman baik. Aku
tak menangis ketika mereka memperlakukanku seperti itu, tapi air mataku
terjatuh ketika ada yang membantuku memunguti barangku satu persatu. And she
was beside me during that hard time I was having, and smile saying that I
should be strong. How can I not be grateful for having her as a friend?
Kelas lima dan kelas enam SD aku sudah bangkit dari
keterpurukan. Singkat cerita kami lulus dan bersekolah di SMP berbeda, aku sekolah
di kampung halaman sedangkan Fita merantau ke Solo untuk sekolah di asrama.
Kehidupanku selama SMP sangat bahagia, sampai suatu ketika berita duka itu
datang. Fita meninggalkan dunia ini untuk selama – lamanya karena komplikasi
penyakit yang dideritanya dan sebelumnya ayahnya meninggal karena kecelakaan. I
was brokenhearted to hear the news, too brokenhearted that I cant even smile
during the day.
Kami melayat ke rumah duka, ibunya pingsan seketika kami
datang. Aku bahkan tak kuasa melihat keseluruhan prosesi ke pemakaman, terlalu
sedih melihat sahabatmu terbaring di keranda dan siap dikebumikan. And that was
the saddest day when you lose a good friend. Semoga dia diberi tempat terbaik
di sisi Allah.
Now its been eleven years since you’ve gone my friend
It was a pleasure to be friends with you
Remembering you sometimes too hurtful
I can’t even stand my head straight, can’t even smile
Cry you a river of tears like never stop
I found a song recently that assemble the things when I miss you my friend
It’s Maher Zain’s song, So Soon, If only you can listen to it
It tells me how you went so soon, you left so soon and I have to move on
I cry hard everytime I hear the song
It remembers me of you
Dear Fita, I miss you
Yours trully,
Anggi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar